Featured Post

Recommended

Kuliah di Kapitulis

  Sarapan pagi dan puding air putih. Itu hanya lelucon. Sebab yang sebenarnya sarapan pagi kali ini sederhana. Apalagi banyak tulisan yang b...

Kuliah di Kapitulis

Kuliah di Kapitulis

 



Sarapan pagi dan puding air putih. Itu hanya lelucon. Sebab yang sebenarnya sarapan pagi kali ini sederhana. Apalagi banyak tulisan yang belum tuntas dikerjakan. Sungguh bingung dan membingungkan. Sebab, belum selesai satu ide, muncul ide lain.

Apalagi sekarang sedang ada zoom dengan rekan-rekan Satupena se-nusantara. Acara ini sudah dimulai dua hari lalu. Ini hari ketiga duduk dengar ceramah dari pakar bahasa Ivan Lanin dan Zarry Hendrik. Semua penulis hebat dan kece sekarang ini.

Lelaki Bernama Ucok

Lelaki Bernama Ucok

Muhibuddin Ibrahim dan Teuku Rayuan Sukma

Nama panggilannya Ucok Sibreh. Sejatinya, pria ini periang. Ia energik. Sakit yang membuat geraknya jadi sempit. Ia diserang stroke beberapa waktu lalu. Akibat penyakit ini, ia tak bisa jalan normal. Pita suara menjadi sengau. Tapi semangatnya yang bikin orang terpukau. 


Dalam beberapa bulan terakhir, Ucok sudah bisa berucap banyak kalimat. Tangan kanannya masih sulit diajak salaman. Mau tidak mau, tangan kiri yang mengganti fungsi tangan kanan. Tapi tongkat kaki empat masih menjadi teman setia. Ke mana saja. 


Padahal sebelumnya, Ucok selalu harus di papah. Belum bisa pegang tongkat. Sekarang sudah banyak kemajuan. Bicara pun sudah mulai terdengar jelas, tak lagi sengau. 


Nama aslinya Muhibuddin Ibrahim. Ketua Umum KONI Aceh Besar. Dia politisi muda. Ketua DPD Golkar Aceh Besar cum anggota DPRK setempat. Ia juga aktif dalam organisasi kemasyarakatan. Kiprahnya tak diragukan lagi. Sosok penuh tanggungjawab. Mungkin itu alibi banyak pelaku olahraga memilihnya secara aklamasi pada 2020 lalu guna memimpin KONI Aceh Besar. 


Ia punya tugas gergasi. Karena, Bupati Aceh Besar Ir H Mawardi Ali memberi target tinggi. Mempertahankan juara umum Pekan Olahraga Rakyat Aceh (PORA) di Pidie tahun 2022. Aceh Besar juara umum PORA XIII tahun 2018 saat menjadi tuan rumah.


“Kecuali mempertahankan prestasi, tugas KONI Aceh Besar ke depan adalah melakukan pembinaan kepada para semua cabor dan atlet secara kontinyu," titah Mawardi pada saat suksesi.


Wakil Ketua Teuku Rayuan Sukma yang mewakili Ketua Umum KONI Aceh H Muzakir Manaf yang menjadi 'saksi' ikut melempar pendapat. Kata dia, pengurus KONI Aceh Besar yang lama, sudah terbukti juara umum pada PORA XIII di Kota Jantho nyaris tiga tahun lalu. Saat menjadi tuan rumah Aceh Besar even lokal tersebut.


Karena itu, ia meminta kepada Ucok dan kawan-kawan agar prestasi juara umum yang diraih itu dapat dipertahankan pada PORA XIV di Kabupaten Pidie pada November nanti. "Agar menjadi bukti bahwa Aceh Besar dalam bidang olahraga tidak hanya jago kandang," tukas Rayuan.


Rayuan Sukma itu satu dari banyak tokoh Aceh Besar. Ia mantan Kadispora Aceh. Saat ini Ketua Pengurus Provinsi Persatuan Angkat Besar Seluruh Indonesia alias PABSI Aceh. Di KONI Aceh jabatannya Wakil Ketua KONI.


Senin berapa pekan lalu, Ucok kembali bertemu dengan Rayuan Sukma. Kali ini di Kantor KONI Aceh. Keduanya sudah janjian via teleponan. Bukan pertemuan dadakan. Ucok berjalan masih dibantu tongkat. Assalamualaikum, ucapnya saat melangkah pelan masuk ruangan. "Maaf, saya tidak bisa salam," sela Ucok seketika. 


Ada tiga insan di dalam ruangan, termasuk saya. Karena sudah saling kenal, ada sedikit basa basi di antara kami. Lalu saya persilakan dia duduk di kursi depan meja Pak Rayuan. Keduanya, saling 'poh cakra' alias cerita penuh canda. Meski terlihat bercanda, tapi topiknya serius. 


Tujuan Ucok, ia ingin menyerahkan surat keputusan perombakan kepengurusan KONI Aceh Besar. Kecuali itu, ia ingin juga minta petuah-petuah lain kepada tokoh sepuh olahraga itu. Termasuk tata kelola kesekretariatan KONI Aceh Besar. Sebelum semuanya, tuntas, saya sudah pamit duluan. Tak bisa menemani hingga 'meupakat' itu kelar. 


Namun, sebelum Ucok tiba di ruangan. Saya dan Rayuan sempat menyentil sosok Ucok. Dia ikut memuji motivasi tinggi politisi muda itu. Ia punya tanggung jawab moral. Terhadap semua Cabor di bawah binaan lembaga yang dipimpinnya. Tidak pilih kasih. Tak juga memberi prioritas lebih untuk olahraga yang menjadi hobinya. 


Bukti kongkrit. Salah satu yang dilakukan Ucok adalah saat menonton pertandingan cabang sepakbola Pra-Kualifikasi Pekan Olahraga Rakyat Aceh (PORA) di Stadion Mini Carlos, Lhoknga, awal November lalu. Jaraknya 14 kilometer dari Banda Aceh. Boleh dibilang ia dalam kondisi tak laik nonton. Ucok abaikan rasa sakitnya. Meski ia baru sembuh. 


Saat itu belum seperti sekarang. Ia harus dipapah dua orang. Naik tangga dibantu gendongan. Memang, ia baru bisa berjalan dibantu tongkat. Tapi hasratnya hadir  memberi dukungan langsung kepada tim polesan Wahyu AW dan Sisgiardi patut dipuji. Padahal, jika dia mau, dengan alasan kesehatan, tentu dia bisa rehat di rumah saja.


Tapi, itu bukan tipikal Ucok. "Saya juga ingin mendukung langsung anak-anak di lapangan. Saya tak peduli sedang kurang sehat. Itu komitmen saya," ungkap Ucok kepada saya suatu ketika. 


KONI Aceh Besar berharap banyak pada sepakbola. "Apabila lolos, kita pasang target minimal medali perunggu," ucap dia ketika menghadiri pembukaan rapat kerja (Raker) Askab PSSI Aceh Besar 2020 di Aula Sekretariat KONI Aceh Besar, Lambaro, Sabtu (17/10/2020).


Tekad itu bukan di atas kertas saja. Ia buktikan dengan turun langsung ke lapangan, meski badan tak sehat. Tak cukup itu saja. Ia juga memberi bonus. Hasilnya, tim sepakbola Aceh Besar melaju ke PORA Pidie 2022. Di penyisihan mereka tak terkalahkan. Melaju dengan sempurna. 


Tim Banda Aceh saja yang walikotanya suka bola malahan dikolongin. Lebih memalukan lagi tim ibukota ini juga tak lolos ke PORA  untuk kedua kali berturut-turut. Sungguh ironis. Tapi, tidak dengan Ucok. Tanggungjawabnya nyata. Bukan pura-pura atau saat kampanye saja. 


Tanggungjawab Ucok bukan saja di sepakbola. Semua cabang olahraga dia kawal. Hasilnya di PORA Pidie, Aceh Besar mengikuti 34 dari 36 cabang olahraga yang dipertandingkan. “Hanya dua cabor yang tidak kita ikuti, layar dan arung jeram,” tukas dia. 


Hasilnya, selama Pra-PORA, kontingen Aceh Besar tampil dominan. Dari data bidang prestasi, ada belasan cabor sukses meraih status juara umum. Karena kepentingan tertentu, maka Ucok tak ingin membeberkan secara terbuka. "Alhamdulillah, kita banyak yang juara umum di Pra-PORA," ujar dia.


Tak dinyana, Rayuan Sukma juga mengakui hal itu. Dia pun salut dengan Ucok. Dalam kondisi kurang sehat tapi tetap bertanggung jawab. Rayuan pun memberi apresiasi atas capaian daerah itu di ajang Pra-PORA. Bahkan, ia tak segan-segan memberi pujian. "Layak dapat penghargaan," sebut dia. 


"Tapi bukan penghargaan abal-abal yang bisa dibarter dengan fulus. Seperti yang diterima orang-orang yang mengaku pegiat olahraga," sambung saya.


Rayuan melempar senyum simpul mendengar ocehan saya. 


Rayuan, sepakat sossok seperti Ucok amat layak diganjar penghargaan sebagai tokoh olahraga. Ia tak mengayomi satu cabor saja. Ucok juga memberi atensi yang sama kepada semua cabang. Tak ada anak emas. Semua anak kandung. ”Mungkin Ucok bukan tipe orang bangga dengan prestasi pribadinya. Ia lebih bangga dan bahagia kalau nama daerahnya terangkat," timpal saya.

Dari "Sabang" Terbang ke Merauke

Dari "Sabang" Terbang ke Merauke



Satu hari menjelang terbang ke Papua, Anggota Kontingen Aceh disibukkan dengan banyak aturan. Maklum negeri sedang dilanda Covid-19. Selain harus mengikuti protokol kesehatan, juga banyak prasyarat untuk menjadi anggota sebuah penerbangan

Jumat (24/9/2021), satu hari jelang terbang ke Papua, sebagian anggota Kontingen Aceh yang berangkat harus menjalani PCR alias polymerase chain reaction. Surat PCR ini menjadi kartu sakti buat setiap individu yang hendak berpergian dengan jasa penerbangan udara.

Karena tugas liputan dan pendampingan atlet yang berlaga di PON XX Papua, saya juga harus mengantongi surat tersebut. Makanya, sejak pukul 8.45 saya sudah ada di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Pemerintah Aceh. Cukup lama juga saya berwara-wiri di sini.

Selain official, atlet yang satu rombongan dengan saya juga melakukan hal yang sama. Dari serangkaian agenda yang tersisa, PCR ini menjadi agenda penting pada hari penuh berkah ini. Menurut data di Google Maps , saya berada di Labkesda dari pukul 9.13-10.30.

Selesai urusan, saya ke Terminal Batoh, mengambil barang di Simpati Star dan kemudian ke gudang Simpati Star di kawasan Lueng Bata. Ada kiriman barang cetakan dari Medan. Tidak lama di sini, dari pukul 10.51 - 11.01 WIB.

Kemudian saya tancap gas ke kawasan kota. Tepatnya, di Merduati atau dekat-dekat dengan lapangan Blang Padang. Saya mengantar barang serta berkas. Semuanya harus dituntaskan hari ini. Karena sekira satu jam lagi bakal Jumatan. Saya tidak lama di sini dari 11.09 - 11.15 WIB.

Dari sini, saya lari ke kantor KONI Aceh untuk mengambil ID Card. "ID Card ini akan discan di sana. Bila namanya sudah terdaftar, cukup mudah aksesnya. Sangkutin aja di tas jinjing," ujar Bardan Sahidi. Dia anggota DPR Aceh yang juga mantan Ketua Asosiasi Futsal Aceh serta pengurus KONI Aceh. Saya di sini, dari 11.19 - 12.04.

Kemudian, saya pulang ke rumah. Dan bersiap-siap menuju Jumat. Sejak tiba di rumah, selesai shalat Jumat dan makan siang lalu, berangkat lagi tercatat dari data Google sejak pukul 12.23 - 14.12 WIB. Tujuan selanjutnya adalah mengunjungi Kantor Pelayanan Pajak Banda Aceh.

Saya berada di sini dari 14.39 WIB dan keluar 15-11 WIB setelah urusan beres dan kelar. Saya boleh bernafas lega, meski kemudian harus bermasam muka lagi karena urusan aplikasi pajak.

Tujuan selanjutnya ke mengunjungi Kantor DPRK Banda Aceh. Ini masih ada kaitan dengan barang cetakan tadi. Lagi-lagi Google memberi data, bahwa saya berada di sana sejak 15.18 WIB hingga 15.38 WIB.

Selesai masalah di sini, saya berencana menonton pertandingan Persiraja Banda Aceh melawan Persipura Jayapura dalam lanjutan Liga 1 musim 2021-2022. Saya pun langsung berangkat ke Warkop SMEA. Saat saya tiba di sana skor sudah 1-1.

Seperti biasa, bila sudah ke Warkop ini, banyak teman dan kolega. Salah satunya youtuber Syahreza, pemain bola dan pelatih SSB. Di meja luar ada steemian Syukran Jazila.

Meski kerja depan laptop, tapi pendengaran di arahkan ke layar besar. Kebetulan duel klub barat dan timur Indonesia itu sedang jeda babak pertama. Skor masih sama kuat 1-1. Selesai shalat Ashar, saya melanjutkan lagi menonton.

Hingga kemudian, semua menjadi loyo, saat Persipura mencetak gol kemenangan 2-1. Suasana yang semula riuh, mendapati sunyi, seperti suasan malam di kuburan. Hingga 45 menit babak kedua kelar. Skor tidak berubah. Pasukan Jackson Tiago menang. Papua senang.

Selesai itu, saya pun menlanjutkan menulis berita hingga tak terasa hari sudah menanjak senja. Kata polem Google saya berada di kantin SMEA dari pukul 15.55-18.03 WIB. Lalu saya pulang ke rumah.

Selesai shalat magrib, saya cek steemit serta memperbaiki aplikasi pajak yang rusak. Tidak berhasil. Dari 18.30 hingga 20.01 saya di rumah. Setelah itu berlanjut ke acara Pelepasan Kontingen Aceh Menuju PON Papua di Anjong Mon Mata Banda Aceh. Saya tiba di sana pukul 20.19.

Baru pukul 22.36 acara selesai. Semua bubar. Harus istirahat, karena besok akan melanjutkan perjalanan ke Papua sejuah 5.100 kilometer. Bila terbang tanpa transit butuh waktu tujuh jam untuk mendarat di tanah Papua. Begitulah kegiatan saya sepanjang hari, yang sedang menyusun rencana dari Sabang ke Merauke.

Ternyata, dari sampai Sabang sampai Merauke bukan berjajar pulau-pulau, tapi bagi saya dari Sabang sampai Merauke berjejer urusanEntahlah.

Steemit: Agenda Padat Sebelum Berangkat ke Papua

Steemit: Agenda Padat Sebelum Berangkat ke Papua

 


Agenda berangkat ke Papua, tak bisa ditunda. Apalag di cancel. Selain sudah menjadi bagian dari tugas yang dibebankan kepada kami, juga menjadi kewajiban untuk meliput Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua.


Untuk asalan itu, sejak pagi Selasa (21/9/2021) sebelum ayam berkokok saya sudah mempersiapkan diri. Agendanya banyak dan bisa jadi makan waktu. Pertama, ke kantor Polsek Krueng Barona Jaya, Aceh Besar. Mengambil surat keterangan kehilangan KTP. Sehari sebelum ke Polsek, saya sudah siapkan surat-surat pendukung.

Makanya, kegiatan pagi itu jadi lemplang. Setelah mengantongi surat keramat dari Polses, saya langsung meluncur ke kawasan Lambaro. Di sana, kantor Dinas Kependudukan Kabupaten Aceh Besar. Dengan bekal, surat sakti Polsek, foto kopi kartu keluarga, saya mengurus KTP baru.

sept1.jpeg
sept.jpeg

Di depan kantor Disduk Aceh Besar di Lambaro

Pukul 9.52, menurut dokumen foto, saya sudah tiba dinas tersebut. Ada belasan pengunjung yang antre. Menanti dua menitan. Gilaran saya masuk. "Mau cetak ulang KTP, yang lama sudah hilang," langsung saya sebutkan sebelum pertugas bertanya.

Sekilas dia membolak-balik berkas. "Foto kopi KK ada,? tanya dia. Tentu, dengan sikap saya sodori ke dia. "Silakan ditunggu sebentar, nanti kami panggil...," perintah dia.

Hanya menunggu 10 menitan. "Munaward Is....," teriak seorang petugas cewek sembari menyerahkan kepingan KTP baru. "Terima kasih," ucap saya sedingin mungkin.

Lalu, 13 menit kemudian saya urusan di Disduk. Urusan cepat. Yang tak bisa cepat adalah memikirkan di mana tercecernya KTP sebelumnya. Sejak hari Minggu saat Meet-up dengan CR Steem SEA, pikiran saya tidak penuh di sana. Sebagian menerawang memikirkan KTP.

Mengurus identitas kependudukan itu untuk memperlancar urusan keberangkatan ke Papua juga. Selain menjadi pegangan saat beruruan dengan perbankan. Berkas itu semua sudah aman. Saya pun segera pulang ke rumah menyimpan berkas-berkas kependudukan.

sep2.jpeg
Bersama Bachtiar Hasan, Ketua Pelatda KONI Aceh

Pukul 10.43 saya sudah di Kantor KONI Aceh. Mencari informasi dan kabar keberangkatan. Memang, tanggal berangkat sudah pasti, tapi jadwal untuk PCR belum keluar. Saat berselisihan dengan Bachtiar Hasan, Ketua Pelatda KONI Aceh, dia mengatakan, pas sekali.

"Lagee peureulee, siat treuk na pelepasan atlet Judo dan Panjat Tebing ke Papua. Tinggai ta preh trok Abu Razak," ujar Bachtiar kepada saya. Abu Razak adalah penggilan akrab H Kamaruddin Abubakar, Ketua Harian KONI Aceh.

Sambil menunggu Abu Razak datang, saya diminta petugas bagian keberangkatan untuk mengambil atribut kontingen. Ada satu tas yang berisi, baju, sepatu, topi, handuk, syal dan lainya.

sep3.jpeg
Serimoni pelepasan atlet Judo dan Panjat Tebing

Menjelang pukul 11 siang, acara pelepasan atlet PON dari cabor Judo dan Panjat Tebing berlangsung. Abu Razak berpesan, agar para atlet tetap mematuhi protokol kesehatan. Jangan sampai saat PCR positif. Karena bisa dilarang bertanding.

Kemudian, dia juga meminta para atlet untuk paham dengan kondisi Papua. Bila ada kekurangan di akomodasi, konsumsi dan lainnya, jangan jadikan itu sebagai sebuah masalah yang membuat kita gagal tampil maksimal. "Anggap saja kita sedang berada di medan perang. Lhok limbok, meuleuhop itu biasa," tukas Abu Razak.

sep4.jpeg
Foto bersama pengurus dengan semua atlet

sep5.jpeg
Bersama atlet Judo

Lalu, para atlet pun ikut sesi foto bersama di depan kantor KONI. Saya mengajak atlet untuk foto di depan GOR KONI Aceh. Hampir 30 menit di sini. Lalu, saya ke Bank Aceh untuk urusan cek rekening koran sekalian print. Baru kemudian berlanjut ke kantor Dispora Aceh.

Pukul 12.15 saya langsung pulang ke rumah. Karena, anak sulung saya, Fathie RM masuk sekolah siang. Selesai mengantar dia sekolah, saya shalat Zuhur dan dilanjutkan makan siang. Di sela-sela itu, saya janjian dengan salah seorang kepala dinas di Banda Aceh. Kami janjian jumpa jam dua siang.

Akhirnya, jam dua lewat saya langsung tancap gas ke Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB). Menunggu sejenak. Lalu bertemu dengan Ibu Cut Azharida. Ada program percetakan yang harus dituntaskan sebelum saya berangkat ke Papua.

Hampir satu jam juga di sana. Termasuk bertemu dengan stafnya ibu Cut. Ada banyak berkas yang harus saya siapkan segera. Setelah itu, saya pun meluncurkan ke kawasan Peunayong. Awalnya bermaksud ke pecetakan Dominan di jalan Ahmad Yani. Selesai urusan baru mampir ke kantor Waspada Aceh. Hanya berjarak 150 meter saja.

sep6.jpeg
Bersama Teuku Mansursyah

sept7.jpeg
Icut dan Kia, dua jurnalis muda

Di kantor sedang ramai. Ada dua wartawan yang sedang bekerja plus dua anak magang serta seorang jurnalis senior, Teuku Mansursyah. Kami biasa memanggilnya Ustazd Mansur. Karena dia orangnya alim, santun serta berperawakan santriawan.

Saya juga tak lama di sini. Setelah basa-basi canda-candi, pamit harus segera diucap. Kembali waktu jemputan anak sekolah sudah berdetak. Sebelum jam empat sore, anak sudah pulang sekolah. Tiba di rumah, adiknya sudah siap-siap berangkat ngaji. Fathie juga. Tanpa ganti baju, keduanya langsung pergi.

Berhubung waktu shalat Ashar sudah tiba, saya mengetik beberapa berita. Terutama berita pelepasan atlet Judo dan Panjat Tebing. Sisanya berita olahraga lain, seperti kabar Pelatih Persiraja Banda Aceh, Hendri Susilo.

Sebelum jam lima sore, saya harus gerak lagi. Rencana mau beli obat batuk. Resep yang dibawa hanya foto di hape saja. Langsung saya menuju Kimia Farma terdekat. Ternyata mereka tolak resep saya. Karena, mereka tak mau difoto, maunya resep asli di bawa juga. "Karena itu obat racikan, resepnya tinggal sama kami," kata seorang pramuniaga.

Saya pun meluncur ke apotik lain. Kali ini Apotik Meurasa. Kebetulan tempat si dokter itu praktek. Di sana, kepada pegawai saya tunjukkan gawai untuk dia lihat resep yang tersimpat di foto. Kelihatannya dia tidak menolak untuk meracik obat. Sialnya, salah satu obat itu stoknya lagi kosong di apotik tersebut. Bah...

Tambah mumang saya. Saat perut mulai keroncongan, saya langsung merapat ke tempat biasa. Warung kopi Kantin SMEA. Saya rencana awal ingin mencicip mie goreng. Tiba sebelum masuk ke dalam sudah ditawari pisang rebus pakai kelapa. Saya ok kan saja.

sept8.jpeg
Pisang rebus

Ternyata, di dalam warung ada dua wartawan muda sedang serius bekerja. Salah satunya steemian, @fadhilaceh. Saat melihat pisang rebus ditabur kepala, keduanya pun suka. Minta menu yang sama, tapi tambah ketela. Kami pun asyik bicara isu-isu menarik di Banda Aceh.

Tak terasa, suara azan Magrib sudah berkumandang. Selesai shalat saya pamit. Belum pulang dulu. Tujuannya ke apotik lain mencari obat. Saya singgah di Putroe Meuraxa, di Lamteh. Saya tunjuk resep ke pramuniaga. Dia menggeleng kepala. "Tidak ada obatnya," tukas dia lagi.

Dan terakhir singgah di Apotik Nazar, di depan Masjid Ulee Kareng. Di situ pun ternyata, satu jenis obat tidak ada. Yang sudah saya pun duduk sejenak. Kebetulan ada mantan pemain bola yang membeli obat, Trombopop. Dia tanya, kapan berangkat ke Papua.

sept9.jpeg
Di depan Apotik Nazar

Tak lama kemudian, Humas KONI Aceh Qahar Muzakkar saya telepon. Ada masalah cetak majalah dan soal mandeknya aplikasi Pedulilindungi. Jam 20.30 WIB baru bertemua dia di kawasan Lamreung. Tak terasa, hampir satu jam lebih. Pukul 21.45 saya baru tiba di rumah. Makan malam, shalat Insya baru melanjutkan menulis artikel majalah sebelum larut malam.

Akhirnya, kelelahan tak bisa dilawan. Sebab, sudah terbayangkan, esoknya bakal lebih berat lagi yang harus dihadapi. Jangan sampai tugas lokal terbengkalai sebelum tugas baru bertumpuk di bumi Cenderawasih. Tetap semangat!

Learn With Steem | Meet- Up dengan Country Refresentatif

Learn With Steem | Meet- Up dengan Country Refresentatif



AWALNYA saya tidak ada agenda bertemu dengan Bang Jalal @anroja. Pukul sepuluh pagi saya hubungi beliau untuk update Kegiatan Steem Amal di Pidie. Khususnya realisasi bantuan untuk keluarga yatim piatu. Tujuannya agar bisa kami publis perkembangannya di media arus utama.

Karena satu dan lain hal, masalah tersebut belum bisa dipublis ke khalayak. Dari bincang-bincang itulah saya dikabari, kalau beliau sedang berada di Banda Aceh. Maka, ia pun mengajak meet-up dengan beberapa steemian lainnya. "Jam 2 kita jumpa di Haba Kupi, Lampriet," tukas @anroja.

Ini pertemuan saya yang kedua dengan Country Refresentatif Steemit ini. Sebelumnya, bersama @midun juga sudah pernah bertemu sekitar dua bulan lalu. Saya sudah menduga pertemuan kali ini, pasti dengan rekan-rekan steemian yang berbeda.

Tepat pukul dua siang saya sudah di lokasi. Saya celingak celinguk ke dalam semua ruang cafe. Suasananya sedikit temaran bin romatis. Tapi, wajah-wajahnya semua asing. Tidak kenal dan belum pernah lihat sebelumnya. Banyak abege yang sibuk dengan gawai dan laptop masing-masing.

Saya memilih duduk di meja luar saja. Beberapa pengunjung keluar masuk ke cafe. Belum ada yang familiar. Termasuk saat masuknya Bang Bachrum alias @acehero. Tak lama kemudian, ia keluar lagi bersama @anroja. Sejurus kemudian, dari jalan masuk sebuah sepeda motor yang pengendaranya sudah tak asing lagi. Dialah @midun.

Kami berempat pun saling sapa dan saling menanyakan aktivitas. Setengah jam kemudian, kerabat steemian lain, khususnya yang ditunggu-tunggu belum tiba. Anroja pun menghubungi. Tak lama munculnya @faratasia92 bersama @khsnlkhtmah dan @nurlayly menyusul beberapa saat kemudian.

Kami pun terlibat dalam basi-basi ala meet-up. Lalu, setelah mendapat izin dari @anroja@acehero dan @midun, akhirnya saya membuat grup WahtsApp alias WA untuk mempermudah silaturrahmi dan membesarkan komunitas steemit di Banda Aceh. "Mungkin besok lusa, anggotanya bisa 50 orang," sebut Bang Bachrum.

Tulisan tentang pertemuan itu sendiri bisa kita baca pada postingan @anroja yang berjudul Meet Up Tim Kecil Ibu Kota Untuk Harapan Yang Lebih Besar. Klik >> https://steemit.com/hive-103393/@anroja/meet-up-tim-kecil-ibu-kota-untuk-harapan-yang-lebih-besar.

Pada kesempatan itu, saya sekaligus minta dukungan dan doanya karena dapat tugas ke Papua, Khususnya di Kota Rusa Merauke. Tugas mendampingi tim PON Aceh sekaligus liputan. "Pasti akan banyak tulisan dan postingan ini," ujar Bang Anroja.

Di bawah ini foto-foto pertemuan tersebut


me3.jpeg

meet5.jpeg

meet4.jpeg

met2.jpeg
Bertemu Alkindi, Legenda Anggar Aceh

Bertemu Alkindi, Legenda Anggar Aceh



Sejak pukul delapan pagi saya sudah tiba di Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Aceh. Hari ini ada perayaan Hari Olahraga Nasional alias Haornas. Haornas ke-38 ini mengusung tema: Desain Besar Olahraga Nasional Menuju Indonesia Maju.

Ini adalah liputan lapangan pertama saya dalam beberapa bulan terakhir. Karena sebelumnya, saya sudah lama tidak ke lapangan meliput sendiri. Ini bukan pengalaman baru. Tapi, saya beruntung bertemu orang "baru" yang namanya melegenda. Dialah Alkindi.

Alkindi adalah mantan atlet Anggar Aceh. Pada masa mudanya, dia melambungkan nama Aceh di kancah nasional lewat ketangkasan bermain pedang. Dia "zorro" -nya Aceh ketika itu. Bahkan dia tercatat sebagai atlet Aceh pertama yang tampil di Olimpiade 1988 di Seoul, Korea Selatan.

Ternyata, Alkindi ikut menerima penghargaan Haornas ke-39 tahun ini. Namanya sempat tenggelam di rimba pemberitaan. Tapi, sejak lifter putri Aceh Nurul Akmal tampil di Olimpiade Tokyo 2021, Alkindi ikut terseret. Ya itu, karena dia adalah Aceh pertama yang tampil di level Olimpiade.

Baru 32 tahun kemudian, baru muncul atlet lain. Dan itu atlet putri dari cabang angkat besi. Nurul Akmal menjadi orang Aceh kedua yang bermain di event olahraga dunia tersebut. Saya sempat terbersit, mungkin sentimen Olimpiade itu, maka Alkindi ikut menerima penghargaan lagi.

Usai menerima penghargaan, saya ikut mengabadikan diri dengan sang legenda. Karena ini momen langka. Lalu, saya ajak ke salah satu ruangan di kantor Dispora Aceh untuk sebuah wawancara. Saya bersyukur dia sangat kooperatif. "Sejak pensiun saya sekarang jadi driver grab," ujar dia kepada saya.

Kindi2.jpeg
Kadispora Dedy Yuswadi, Alkindi dan Kamaruddin Abubakar, Ketua Harian KONI Aceh

Pria kelahiran Banda Aceh 6 April 1962 ini pensiunan PT PLN (Persero). "Pulang dari Seoul saya disuruh kerja oleh gubernur di PLN," ujar dia tanpa ekspresi. "Saat itu Gubernurnya Hadi Thayeb," sebut dia menjawab pertanyaan saya, siapa nama gubernurnya.

Penelusuran saya di Wikipedia Hadi Thayeb menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Aceh pada periode 27 Agustus 1981 - 27 Agustus 1986. Berangkali ada yang alpa dari memori hidupnya. Sehingga dia agak kurang tepat memberi infomasi.

Saya baru sadar saat menulis postingan ini. Semoga ketika jumpa lagi, saya bisa koreksi dan mencocokkan data prestasinya. Sebab dia juga pernah tampil di PON. PON berapa? Saya sedang melacaknya. Semoga pada postingan kedua bisa lebih detail.

Kindi.jpeg
Foto bersama: Saya foto bersama Aklindi

Tadi saya tidak bisa bercerita banyak. Sebab, ada staf Dispora Aceh yang selalu menagih -- lebih tepatnya meminta nomor rekening Alkindi untuk pertransferan penerima penghargaan. "Saya ke Bank Aceh dulu yaa..," ucapnya hendak pamit.

Saya pun berencana menyusun agenda baru bertemu lagi dengan Alkindi. Insya Allah.

Menjenguk Eks Muazin Yang Sakit

Menjenguk Eks Muazin Yang Sakit

Farid saat berbincang dengan Misbahuddin

Foto via Steemit

Sejatinya saya tidak punya agenda lain sepanjang Sabtu pagi sampai siang. Paling di rumah saja. Jadi bapak rumah tangga. Di rumah, dari pagi saya bermain-main dengan trio jantung hati, alias ketiga anak. Ibunya masuk dinas pagi. Baru pulang jam tiga siang.

Pagi tugas saya bersama mereka. Makanya, jadilah saya bapak rumah tangga. Bukan ibu rumah tangga. Pukul 10 pagi, saya pamit ke si sulung. Ingin update berita di warung kopi terdekat. Saya satu jam lebih di sana. Belum tuntas kerja, saya harus bergerak.

Penyebabnya, pesan di satu grup WhatsApp. Tokoh muda Banda Aceh, Farid Nyak Umar ingin berkunjung ke rumah salah seorang kenalannya. Namanya Misbahuddin. Kebetulan, beliau tersebut sudah menetap di kampung kami, Desa Gla Meunasah Baro, Krueng Barona Jaya, Aceh Besar. Saya pun langsung meluncur dengan sepeda.

Saya tidak kenal dengan Bang Misbahuddin. Kabarnya, baru dua bulan menetap di Gla. Bang Mis sakit kencing manis. Bahasa kesehatannya diabetes melitus. Isterinya baru dua bulan lalu meninggal dunia. Dia masih tercatat sebagai warga Gampong Beurawe, Kecamatan Kuta Alam.

Satu kampung dengan Farid. Farid menetap di kampung tersebut. Beliau adalah pengisi tetap ceramah Subuh di Masjid Al Furqan, Beurawe, Kuta Alam, Banda Aceh. Sejak dia sakit-sakitan dan isterinya meninggal, Misbah dirawat putri sulungnya; Rahmi Hayati.

Rahmi masih kelas XI. Dia sekolah di MAN Lamteumen. Di Beurawa, Misbah tinggal di tanah sewa. "Rumoh lon brok that -- rumah saya jelek sekali," katanya kepada saya. "Tidak layak huni, seperti kandang kambing,"

Misbah sudah tinggal di sana selama 35 tahun. "Saya sewa tanah di sana. Kerja saya pengumpul besi bekas. Kadang-kadang jual kacang. Saya antar ke warung-warung kopi," ujar pria asal Aceh Jaya ini.

Lalu, Misbah minta bantuan jamah Subuh BBC pimpinan Tgk. H. Fakhruddin Lahmuddin. Misbah sendiri jmaah tetap BBC. Setelah mencukupi syarat, maka ia pun pindah ke Gla Mns Baro. "Tanah ini pemberian kakak saya. Khusus untuk satu rumah tipe 36," sebut dia bercerita.

Ia baru dua bulan menetap di Gla Mns Baro. "Sakit ini DM mulai parah sejak Maret lalu," Sementara isterinya meninggal sudah lima bulan lewat. "Sakit paru-paru," sambung dalam bahasa Aceh.

Sejak ditinggal isteri, dia dirawat putri sulung dan anak lelaki keduanya, Muhamamd Al Haris. Haris kini terpaksa berhenti sekolah. Seharusnya dia sudah duduk di kelas 10 SMA. Sedangkan tiga putranya yang lain, mondok di Dayah An-Nur Lueng Bata.

Selain DM, Misbah tak sanggup lagi bergerak. Untuk segala urusan butuh bantuan pihak lain. Ke kamar kecil pun harus dipapah. Yang membuatnya sesak nafas, saat hendak buang hadas besar. Terkadang dia minta bantuan adik sepupunya. Kebetulan tak terlalu jauh menetap di sana.

Soal makanan, Misbah tak terlalu ambil pusing. Dia tak lagi makan makanan berat. Takut merepotkan saat hendak ke tandas. Paling banter dia makan buah-buahan.

Apalagi Rahmi juga belum mahir memasak. "Kalau masak daging belum bisa dia. Kalau daging paling dia goreng-goreng saja," kata Misbah. "Kalau masakan yang lain, paling dia lihat resep. Kadang diajarin sama Mak Wa-nya."

Dijenguk Anggota Dewan

Menjelang siang, saat matahari tepat di atas kepala, Farid Nyak Umar bertandang ke kediaman Misbahuddin. Farid bukan sosok yang asing lagi bagi dia. Pria yang akrab disapa Ustadz ini pengisi ceramah di Masjid Beurawe. Masjid yang kian populer sejak viralnya lagu "Wate Ka Sahoe" lewat olah suara Nisfun Nahar.

Kunjungan muhibah semacam ini sudah rutin dilakoni Farid. Berkunjung ke rekan lamanya, Farid memboyong buah tangan berupa sembako. Ada beras, telur, mie instan, gula, sirup dan lainnya. Ia bahkan ikut membawa sendiri. Sisanya di kami yang boyong.

Kepada Misbah, Farid berpesan untuk rajin shalat meski dalam kondisi seperti ini. Ia meminta agar tidak berburuk sangka kepada Allah SWT. Sebab, sambung Farid, Allah membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Seperti disebutkan dalam QS. Al-Baqarah:286, jelasnya.

"Cobaan itu bisa beragam. Ada sakit, ada pula bentuk lain. Termasuk jabatan," sebut Farid yang tak lain Ketua DPRK Banda Aceh ini. Misbah pun paham. Ia mengangguk kepala. Selanjutnya dialog-dialog nostalgia sesama warga.

Sebelum tepat pukul 12 siang, rombongan Farid pamit. Ia harus melanjutkan silaturrahmi lagi. Kali ke acara pesta penikahan anak mantan Kepala Dinas Badan Dayah, Usamah El Madny. Akhirnya kami pun berpisah. Saya juga kembali ke rumah.

Sambil mendayung sepeda menuju jalan pualng saya berharap bisa kembali menjenguk Misbah. Jika Allah memberikan kemudahan, saya ingin menyumbang sesuatu yang bermanfaat baginya. Saya juga menyesal. Kenapa baru tahu sekarang, setelah pembagian hewan qurban sudah dua hari lewat. Mungkin ini semua ada hikmahnya.

Semoga saya bisa bertamu lagi. Apalagi, kini sudah tinggal satu kampung.